Pesawat

Sabtu, 25 Juni 2011

Taman Daun, "Jingga", ESOK, Halte Sastra dan Rindu

Lepas Senja Taman Daun, dinyanyikan Gita Pratama
Lepas Senja Taman Daun

: jingga


kaki yang menjejak paving taman kota
membaur musik senja perlahan surut
ada nyanyi sorai koor anak-anak daun
lirih mengurai bisik angin ragu

sebuah pesan diterbangkan kepak burung
pulang ke sarang mengalungi jingga

sungguh jingga,
aku ingin menjadi burung-burung itu
merengkuhmu malu-malu dalam rindu
mengalungkan peluk ke luasan tubuhmu

sby, 050509
*taman daun

Entah ini termasuk nominasi project lagu yang hari keberapa. Lagu ini dahulunya adalah puisi yang aku buat sendiri, nadanya pun aku karang-karang sendiri dengan gitar akustik sederhana.

Puisi ditulis karena ia menginginkannya, karena ia ditakdirkan terlahir.


Maka alkisah, ketika saya diributkan dengan persiapan acara komunitas seni saya, ESOK, kami melatih anak-anak kampung di sekitaran Taman Bundaran Dolog, A. Yani Surabaya, sajak ini lahir. Mak-prucut...? Begitu saja...? Tidak.

Waktu itu saya asyik dengan melankolia. Menyaksikan benar-benar senja yang rambang di sana. Taman ini sebelumnya tidak bernama sebegitu indah jadi Taman Daun, sebenarnya. Namun, ada seorang anggota yang memberi nama demikian karena terilhami oleh pantulan monumen di sana yang membias seperti daun. Simetris membentuk dua sisi tulang daun yang sama.

Saya menyaksikan laju burung-burung pulang yang seakan-akan memeluk langit senja. Saya jadi rindu "jingga" penyebutan seseorang yang saya sebut dalam doa saya, tidak munafik saya cinta.

Bulan Agustus kalau tak salah, baru saya menyisipkan nada dalam puisi tersebut. Puisi tersebut kemudian dibawakan pertama kali ketika acara Halte Sastra (sayang pada saat itu saya terbaring di rumah sakit), dan akhirnya Gita Pratama teman saya di ESOK menyanyikan musikalisasi puisi tersebut di malam "Halte Sastra". Halte Sastra sebenarnya merupakan acara temu penulis pemula (yang kemudian mereka sebut dengan sastrawan muda) Jawa Timur. Entah bagaimana prosesnya, saya masuk dalam list mereka. Padahal saat itu sajak Gita Pratama sudah masuk menasional.

Bagi saya sajak ini punya ruh "kepak sayap" saya yang pertama. Yang membawa saya "terbang" menuju dunia yang saya sebelumnya tak tahu menahu. Sastra dan kepenulisan. Juga mungkin... cinta.

2 komentar:

  1. lah lagu ne mana?? :))
    curang neh gak kedengeran xixixi

    BalasHapus
  2. mbak.. kan belum pernah rekaman aq nya :))iya2 tak coba cari2 rekaman2nya

    BalasHapus